"karena hanya rasa yang tidak dapat dibaca oleh orang lain"
pikiran manusia mungkin dapat terbaca, tapi perasaan hanya untuk dia yang merasa
ketika pikiran membutakan mata, saat itulah langkah kaki hanya sebatas tempurung
dia mungkin tidak berdusta dengan pikirannya, tapi tidak mengatakan yang seutuhnya adalah nista
dan disaat kita tak lagi di jalan yang sama, mempertahankan kebersamaan hanyalah sebuah kebodohan
melepaskan itu mudah. mengikhlaskan itu sangat sederhana
terkadang hanya butuh beberapa saat, terkadang butuh bertahun-tahun
apa yang membuatnya sangat berat adalah betapa mahalnya hal tersebut
dan seringkali aku merasa tidak berdaya untuk mempertahankan
merelakan sebuah kehilangan membutuhkan kesabaran dan keteguhan hati
dan niat untuk melakukannya
karena menggengam pasir terlalu erat tidak akan menyisakan apa-apa
maka dari itu, merenggangkan genggaman adalah langkah awal untuk melepaskan dengan lebih mudah
seringkali, semakin berharga suatu hal, semakin erat tangan menggenggam
semakin besar keinginan untuk memiliki, semakin besar kemungkinan hal tersebut pergi
ketika pikiran bertentangan dengan kata hati
ketika mata terus menangis karena melakukan hal benar
ketika keputusan telah diambil
saat itulah proses berikutnya dimulai
sebuah proses yang panjang dan lama
untuk mencapai kepuasan jiwa
dimana tuntutan rasional tidak lagi dipertimbangkan
dimana ketenangan hati dicapai dengan melapangkan hati seluas samudera
Wednesday, 30 March 2011
refleksi mengikhlaskan
melupakan itu mudah, memaafkan itu jauh lebih sulit
suatu kesalahan yang tidak termaafkan adalah kesalahan diri sendiri. karena konsekuensi dari setiap tindakan sebenarnya sudah dapat diprediksi sebelum suatu akibat terjadi. dan menjadi pribadi yang bandel atau cuek bukanlah pilihan yang tepat apabila pendewasaan diri menjadi sebuah tujuan
mencari pembenaran diri pun tidak lebih baik daripada menyalahkan diri. akan tetapi berdiri diantaranya sama rasanya seperti terjun ke laut dan berusaha untuk tidak tenggelam. berat. menangis ataupun marah juga sama-sama tidak menyelesaikan masalah
bagaimana dengan aku? sudahkan aku memaafkan diriku?sudahkan aku menerima kesalahanku?
dan kebodohan dimulai saat pilihan jatuh pada "melupakan", bukan "memaafkan". mencari hal baru hanya untuk lari dari masalah. pada akhirnya masa lalu itu terus mengikuti, menghantui. dan apa yang terjadi pada masa sekarang terlihat serupa dengan masa lalu. membohongi diri sendiri dan terlalu obsesif untuk menyingkirkan masa lalu hanya menjadi racun dalam darah
pada akhirnya aku hanya seperti lari di tempat. mengeluarkan banyak usaha tanpa tujuan yang real. pada akhirnya aku disadarkan untuk ikhlas. ikhlas menerima segala kesalahan. ikhlas mengakhiri kesedihan dan keputusasaan. ikhlas menerima perubahan keadaan. ikhlas melepaskan segala hal yang sangat berharga. ikhlas menjalani hari dengan cara berbeda
aq pun bertanya, kapan? beberapa orang berkata, hanya waktu yang dapat menyembuhkan luka. hanya waktu yang mampu menjawab. tapi aku lebih suka begini: hanya AKU yang menentukan kapan aku ikhlas
Subscribe to:
Posts (Atom)
Wednesday, 30 March 2011
refleksi rasa
"karena hanya rasa yang tidak dapat dibaca oleh orang lain"
pikiran manusia mungkin dapat terbaca, tapi perasaan hanya untuk dia yang merasa
ketika pikiran membutakan mata, saat itulah langkah kaki hanya sebatas tempurung
dia mungkin tidak berdusta dengan pikirannya, tapi tidak mengatakan yang seutuhnya adalah nista
dan disaat kita tak lagi di jalan yang sama, mempertahankan kebersamaan hanyalah sebuah kebodohan
melepaskan itu mudah. mengikhlaskan itu sangat sederhana
terkadang hanya butuh beberapa saat, terkadang butuh bertahun-tahun
apa yang membuatnya sangat berat adalah betapa mahalnya hal tersebut
dan seringkali aku merasa tidak berdaya untuk mempertahankan
merelakan sebuah kehilangan membutuhkan kesabaran dan keteguhan hati
dan niat untuk melakukannya
karena menggengam pasir terlalu erat tidak akan menyisakan apa-apa
maka dari itu, merenggangkan genggaman adalah langkah awal untuk melepaskan dengan lebih mudah
seringkali, semakin berharga suatu hal, semakin erat tangan menggenggam
semakin besar keinginan untuk memiliki, semakin besar kemungkinan hal tersebut pergi
ketika pikiran bertentangan dengan kata hati
ketika mata terus menangis karena melakukan hal benar
ketika keputusan telah diambil
saat itulah proses berikutnya dimulai
sebuah proses yang panjang dan lama
untuk mencapai kepuasan jiwa
dimana tuntutan rasional tidak lagi dipertimbangkan
dimana ketenangan hati dicapai dengan melapangkan hati seluas samudera
pikiran manusia mungkin dapat terbaca, tapi perasaan hanya untuk dia yang merasa
ketika pikiran membutakan mata, saat itulah langkah kaki hanya sebatas tempurung
dia mungkin tidak berdusta dengan pikirannya, tapi tidak mengatakan yang seutuhnya adalah nista
dan disaat kita tak lagi di jalan yang sama, mempertahankan kebersamaan hanyalah sebuah kebodohan
melepaskan itu mudah. mengikhlaskan itu sangat sederhana
terkadang hanya butuh beberapa saat, terkadang butuh bertahun-tahun
apa yang membuatnya sangat berat adalah betapa mahalnya hal tersebut
dan seringkali aku merasa tidak berdaya untuk mempertahankan
merelakan sebuah kehilangan membutuhkan kesabaran dan keteguhan hati
dan niat untuk melakukannya
karena menggengam pasir terlalu erat tidak akan menyisakan apa-apa
maka dari itu, merenggangkan genggaman adalah langkah awal untuk melepaskan dengan lebih mudah
seringkali, semakin berharga suatu hal, semakin erat tangan menggenggam
semakin besar keinginan untuk memiliki, semakin besar kemungkinan hal tersebut pergi
ketika pikiran bertentangan dengan kata hati
ketika mata terus menangis karena melakukan hal benar
ketika keputusan telah diambil
saat itulah proses berikutnya dimulai
sebuah proses yang panjang dan lama
untuk mencapai kepuasan jiwa
dimana tuntutan rasional tidak lagi dipertimbangkan
dimana ketenangan hati dicapai dengan melapangkan hati seluas samudera
refleksi mengikhlaskan
melupakan itu mudah, memaafkan itu jauh lebih sulit
suatu kesalahan yang tidak termaafkan adalah kesalahan diri sendiri. karena konsekuensi dari setiap tindakan sebenarnya sudah dapat diprediksi sebelum suatu akibat terjadi. dan menjadi pribadi yang bandel atau cuek bukanlah pilihan yang tepat apabila pendewasaan diri menjadi sebuah tujuan
mencari pembenaran diri pun tidak lebih baik daripada menyalahkan diri. akan tetapi berdiri diantaranya sama rasanya seperti terjun ke laut dan berusaha untuk tidak tenggelam. berat. menangis ataupun marah juga sama-sama tidak menyelesaikan masalah
bagaimana dengan aku? sudahkan aku memaafkan diriku?sudahkan aku menerima kesalahanku?
dan kebodohan dimulai saat pilihan jatuh pada "melupakan", bukan "memaafkan". mencari hal baru hanya untuk lari dari masalah. pada akhirnya masa lalu itu terus mengikuti, menghantui. dan apa yang terjadi pada masa sekarang terlihat serupa dengan masa lalu. membohongi diri sendiri dan terlalu obsesif untuk menyingkirkan masa lalu hanya menjadi racun dalam darah
pada akhirnya aku hanya seperti lari di tempat. mengeluarkan banyak usaha tanpa tujuan yang real. pada akhirnya aku disadarkan untuk ikhlas. ikhlas menerima segala kesalahan. ikhlas mengakhiri kesedihan dan keputusasaan. ikhlas menerima perubahan keadaan. ikhlas melepaskan segala hal yang sangat berharga. ikhlas menjalani hari dengan cara berbeda
aq pun bertanya, kapan? beberapa orang berkata, hanya waktu yang dapat menyembuhkan luka. hanya waktu yang mampu menjawab. tapi aku lebih suka begini: hanya AKU yang menentukan kapan aku ikhlas
Subscribe to:
Posts (Atom)