Wednesday 20 January 2010

jejak kaki

sedari dalam kandungan, sebenarnya kaki kita sudah banyak meninggalkan jejak kaki
di dalam rahim ibu, dan yang paling jelas adalah di jalan yang telah dibuatkan Tuhan untuk kita
kita lahir, sebagai wujud nyata jejak kaki kita, yang kelah akan membelah dunia dengan kekuatannya
pada saat itu, belum nampak kearah mana jalan kita maupun jejak kita melangkah
karena masa itu baru tahap awal kehidupan

kita tumbuh semakin besar, perlahan namun pasti, memperjelas jejak pada jalan kita
pada saat itu, masih ada tangan orang tua menahan beban kita, mengarahkan dan selalu mengingatkan akan jalan yang benar
selalu ada bantuan ketika tiba-tiba kita terjatuh, selalu ada tangan untuk menghapus air mata yang keluar
dan kaki orang tua kita pun terekam pada jalan kita, tepat dibelakang jejak kaki kita

ketika kita sudah cukup kuat, dan ketika kedua tangan bahkan tidak lagi kuat menopang kita agar tetap tegak
pada saat itu mereka percaya bahwa kaki kita cukup kuat untuk menapaki jalan
ketika kita tersandung, terperosok, tertatih-tatih ketika berjalan
mereka berpegangan tangan, khawatir
tapi mereka yakin kita bisa melalui jalan kita sampai akhir
merekapun berjalan lambat di belakang kita, mengawasi setiap langkah kita
setia mengingatkan meskipun kadang tak terdengar karena jarak semakin jauh
entah karena mereka semakin melambat, atau langkah kita yang semakin cepat

sepanjang perjalanan, jalan yang kita lalui tak hanya jalan milik kita
banyak orang yang memiliki tujuan yang sama, berjalan kearah yang sama
sehingga seringkali kita berjalan di jalan milik orang lain
saling bertemu dan berpisah, orang lain selalu datang dan pergi
berbagai wajah berlalu, silih berganti

dan tanpa disadari, kaki kita telah menjejaki berbagai jalan
sejengkal langkah ke berbagai arah, menimbulkan jejak kaki di berbagai jalan
menginjak daratan, mengarungi lautan
lepas tanpa batas
hitunglah seberapa banyak jejak yang tercipta, sejauh mana kaki melangkah
maka tak ada jari yang mampu menghitungnya

suatu saat, kita akan menyadari bahwa kita berjalan ke arah yang sama, namun di jalan yang berbeda
ketika kita kembali berjalan di jalan kita, seketika pula kembali menapaki jalan milik orang lain
semakin sering sehingga kita terbiasa dengan wajah asingnya
pemilik jalan itu, tak ada keberatan untuk berbagi jalan, tak terbebani dengan adanya teman di jalan
pemilik jalan itu, memiliki tangan sekuat tangan orang tua kita ketika kita masih pada tahap awal
dan masing-masing saling meninggalkan jejak di samping satu sama lain

ada saatnya ketika kitalah yang menjadi penuntun, berdiri dibelakang penerus kita
menjadi penopang dan pengingat, tak hanya bagi penerus tapi juga untuk pendahulu kita, orang tua kita
pada saat inilah jalan kita melambat, hingga orang tua kita mampu menyusul kita
bersama-sama, salah satu tangan kita menopang penerus kita dan tangan yang lain merangkul bahu orang tua kita
hingga satu per satu tak lagi membutuhkan tangan kita
orang tua kita telah sampai di tujuannya, dan penerus kita terlampau jauh untuk dikejar
dan satu-satunya yang tersisa adalah teman sejalan, yang tak sekuat semula
begitu pula dengan kita
salah satu tangan saling menggandeng, tangan yang lain dibekukan angin
hingga jalan terbagi dan kita harus melepaskan tangan dengan teman sejalan
menapaki jalan terakhir menuju tujuan

0 comments:

Post a Comment

Wednesday 20 January 2010

jejak kaki


sedari dalam kandungan, sebenarnya kaki kita sudah banyak meninggalkan jejak kaki
di dalam rahim ibu, dan yang paling jelas adalah di jalan yang telah dibuatkan Tuhan untuk kita
kita lahir, sebagai wujud nyata jejak kaki kita, yang kelah akan membelah dunia dengan kekuatannya
pada saat itu, belum nampak kearah mana jalan kita maupun jejak kita melangkah
karena masa itu baru tahap awal kehidupan

kita tumbuh semakin besar, perlahan namun pasti, memperjelas jejak pada jalan kita
pada saat itu, masih ada tangan orang tua menahan beban kita, mengarahkan dan selalu mengingatkan akan jalan yang benar
selalu ada bantuan ketika tiba-tiba kita terjatuh, selalu ada tangan untuk menghapus air mata yang keluar
dan kaki orang tua kita pun terekam pada jalan kita, tepat dibelakang jejak kaki kita

ketika kita sudah cukup kuat, dan ketika kedua tangan bahkan tidak lagi kuat menopang kita agar tetap tegak
pada saat itu mereka percaya bahwa kaki kita cukup kuat untuk menapaki jalan
ketika kita tersandung, terperosok, tertatih-tatih ketika berjalan
mereka berpegangan tangan, khawatir
tapi mereka yakin kita bisa melalui jalan kita sampai akhir
merekapun berjalan lambat di belakang kita, mengawasi setiap langkah kita
setia mengingatkan meskipun kadang tak terdengar karena jarak semakin jauh
entah karena mereka semakin melambat, atau langkah kita yang semakin cepat

sepanjang perjalanan, jalan yang kita lalui tak hanya jalan milik kita
banyak orang yang memiliki tujuan yang sama, berjalan kearah yang sama
sehingga seringkali kita berjalan di jalan milik orang lain
saling bertemu dan berpisah, orang lain selalu datang dan pergi
berbagai wajah berlalu, silih berganti

dan tanpa disadari, kaki kita telah menjejaki berbagai jalan
sejengkal langkah ke berbagai arah, menimbulkan jejak kaki di berbagai jalan
menginjak daratan, mengarungi lautan
lepas tanpa batas
hitunglah seberapa banyak jejak yang tercipta, sejauh mana kaki melangkah
maka tak ada jari yang mampu menghitungnya

suatu saat, kita akan menyadari bahwa kita berjalan ke arah yang sama, namun di jalan yang berbeda
ketika kita kembali berjalan di jalan kita, seketika pula kembali menapaki jalan milik orang lain
semakin sering sehingga kita terbiasa dengan wajah asingnya
pemilik jalan itu, tak ada keberatan untuk berbagi jalan, tak terbebani dengan adanya teman di jalan
pemilik jalan itu, memiliki tangan sekuat tangan orang tua kita ketika kita masih pada tahap awal
dan masing-masing saling meninggalkan jejak di samping satu sama lain

ada saatnya ketika kitalah yang menjadi penuntun, berdiri dibelakang penerus kita
menjadi penopang dan pengingat, tak hanya bagi penerus tapi juga untuk pendahulu kita, orang tua kita
pada saat inilah jalan kita melambat, hingga orang tua kita mampu menyusul kita
bersama-sama, salah satu tangan kita menopang penerus kita dan tangan yang lain merangkul bahu orang tua kita
hingga satu per satu tak lagi membutuhkan tangan kita
orang tua kita telah sampai di tujuannya, dan penerus kita terlampau jauh untuk dikejar
dan satu-satunya yang tersisa adalah teman sejalan, yang tak sekuat semula
begitu pula dengan kita
salah satu tangan saling menggandeng, tangan yang lain dibekukan angin
hingga jalan terbagi dan kita harus melepaskan tangan dengan teman sejalan
menapaki jalan terakhir menuju tujuan

0 comments on "jejak kaki"

Post a Comment