Wednesday, 20 January 2010

resensi novel - Bachelorette#1

Novel ini diawali dengan ide Suzanne, seorang kepala editor majalah The Famme, untuk memasukkan Sarah Divine Holmes, salah satu penulis artikel terbaik mereka, untuk menjadi peserta dalam acara The Stag, sebuah acara televisi dimana 25 gadis cantik dari seluruh penjuru Amerika Serikat bersaing memperebutkan cinta sejati yang digambarkan oleh sesosok pria paling sempurna se-Amerika. Tampan, pirang, atletis, smart, dan yang pasti: kaya. Suzanne yakin, gadis-gadis yang nampak sempurna didepan kamera tersebut melakukan kekonyolan ketika kamera dimatikan. Menurut Suzanne, yang juga disetujui oleh Sarah, para hen — sebutan bagi gadis-gadis peserta The Stag ― tidak lebih dari sekumpulan gadis cantik bodoh yang selalu melakukan hal-hal yang memalukan.
Masalahnya, Sarah bukanlah gadis berusia dua puluhan. Usianya sudah berkepala tiga dan perutnya tidak sekencang ketika masih remaja karena pernah melahirkan. Dia juga bukan seorang PR yang setiap hari merasakan denyut pusat kota melalui trotoar dan stasiun bawah tanah. Dia hanya seorang penulis lepas yang banyak menghabiskan waktunya di rumah. Dan yang paling penting, dia telah menikah dan memiliki seorang anak perempuan. Bagi Sarah, mengubah penampilannya menjadi nampak seperti gadis cantik kebanyakan merupakan sesuatu yang
Suzanne mengatasi berbagai masalah yang dihadapi Sarah dengan memanipulasi identitas dalam formulir pendaftaran dan melakukan makeover terhadap penampilan Sarah. Dalam formulir pendaftaran tertulis Sarah sebagai seorang PR dalam sebuah perusahaan. Tahun kelahiran dan kelulusan Sarah dimajukan beberapa tahun. Untuk masalah penampilan, Suzanne mempercayakannya pada kru make-up artist andalannya. Mulai dari hair stylist hingga dresser. Hasilnya? Sangat menakjubkan. Sarah hampir tidak mempercayai pengalamannya ketika menguji coba penampilan barunya di jalanan pusat kota. Bahkan Jack, suaminya, mengatakan bahwa dia lebih terlihat seperti pacar daripada seorang istri.
Maka Sarah pun mengikuti audisi The Stag, dan dia pun lolos di tingkat negara bagian. Dia bergabung dengan 25 gadis lain dari seuruh penjuru Amerika. Sarah pun lolos pada seremoni lilin pertama — masa “penyusutan kelompok” dalam acara The Stag — dan merasa beruntung karena mendapat kesempatan untuk menggali informasi dari para hen selama seminggu hingga seremoni lilin berikutnya. Sarah pun sukses menjadi hen yang kompetitif dan pendapat perhatian ekstra dari Chris, pria The Stag. Pandangan pertama Sarah terhadap para hen masih sama sejak pertama kali berangkat dari kota asalnya.
Satu minggu berlalu, dan Sarah kembali lolos pada sesi seremoni lilin. Pandangan Sarah mulai berubah. Dia mulai mengenal sebagian peserta, dan menjadi teman diantara mereka. Dia menyadari bahwa tidak semua hen itu konyol dan berpemikiran sempit. Hanya ada satu peserta yang memenuhi kriteria Suzzane mengenai sifat dan perilaku hen. Namun Sarah tidak rela menggeneralisasikannya untuk memberi gambaran seluruhnya para hen. Pada saat itu Sarah masih bimbang dalam menentukan sudut pandang penulisan artikelnya.
Minggu-minggu pun berlalu, dan Sarah selalu lolos dalam setiap seremoni lilin. Dia pun lebih mengenal peserta yang lain karena jumlahnya terus menyusut setiap minggu. Dalam perjalanannya Sarah banyak menemui hambatan. Mulai dari masalah ketertarikan terhadap Chris, Jack yang mulai gelisah dan semakin sinis, hingga Suzanne yang terus mendesak menyelesaikan artikel. Belum lagi berbagai kejutan yang terjadi didepan matanya. Para peserta mulai menunjukkan sikap aslinya, ada yang memalukan namun masih ada yang sangat mengagumkan. Pada intinya, pandangan Sarah mengenai para kontestan sama sekali berubah. Sarah pun dihadapkan pada kenyataan bahwa ternyata kedua produser acara tersebut sangat sinis dan memandang rendah para kontestan sehingga apa yang nampak dalam televisi semuanya merupakan sudut pandang mereka. Oleh karenanya Sarah pikir tidak mengherankan bila pada acara The Stag musim lalu para hen terlihat sangat konyol dan memalukan. Karena ternyata disana sama sekali tidak ada privasi, kecuali di kamar mandi. Sarah pun menyangsikan privasi di kamar pribadi.
Sarah mulai membuat artikel dengan produser sebagai fokus utamanya. Namun setelah dia berbicara dari hati ke hati dengan salah satu produsernya, dia pun mengetahui bahwa sebenarnya tidak ada sinisme terhadap para hen. Rasa iri yang didera si produser pun tidak sebatas yang nampak, bahwa para hen masih muda dan cantik sedangkan tidak demikian dengan dia. Tetapi ternyata yang sebenarnya terjadi jauh lebih bermakna dari yang nampak. Melalui acara tersebut si produser ingin memberi motivasi kepada para hen, bahwa mereka selalu memiliki kesempatan untuk menggapai apapun yang ingin mereka dapatkan asalkan mereka mau bekerja keras untuk mewujudkannya.
Pada akhirnya Sarah menulis artikel motivasi dengan mengambil The Stag sebagai latar belakangnya. Cukup mengecewakan jika melihat motivasi awal kepala editornya mengikutsertakan Sarah dalam acara tersebut beserta upaya mereka untuk memperbaiki penampilan Sarah dan segala resiko yang ditanggung sebagai akibatnya. Meski demikian Suzanne tetap puas dengan hasilnya karena Sarah menulisnya dengan baik dan sangat menyentuh. Suzanne pun turut terharu setelah membaca bagian awal artikel buatan Sarah dan setuju untuk memuatnya dalam majalah untuk edisi mendatang. Sementara itu acara The Stag sendiri berakhir berantakan karena Sarah mendadak pulang sesaat sebelum seremoni lilin puncak, dimana hanya tinggal dua kontestan yang tersisa dan hanya ada satu kontestan yang menang dan dilamar oleh si Stag. Sedangkan kontestan selain Sarah tersebut juga mengundurkan diri karena mengira dirinya hamil sehingga dia segera menghubungi mantan pacarnya dan memaksa agar melamarnya. Si produser pun kebingungan mencari-cari Sarah karena bingung bagaimana menentukan bagian akhir musim ini dan bagaimana mengaitkannya dengan musim mendatang.
Ending dari novel ini cukup unik dan tak terduga, sehingga pembaca pun tidak akan menangkap makna dalam novel ini tanpa membaca secara keseluruhan. Karena halaman terakhir dari novel ini sama sekali tidak mencerminkan perjalanan Sarah selama mengikuti acara The Stag, sehingga sangat percuma jika ada yang mencuri baca bagian akhirnya. Banyak sekali kejutan-kejutan yang muncul selama perjalanan, dan pengalaman luar biasa yang tak hanya seru tetapi juga inspiratif, baik terhadap Sarah maupun terhadap pembaca novel ini.

0 comments:

Post a Comment

Wednesday, 20 January 2010

resensi novel - Bachelorette#1


Novel ini diawali dengan ide Suzanne, seorang kepala editor majalah The Famme, untuk memasukkan Sarah Divine Holmes, salah satu penulis artikel terbaik mereka, untuk menjadi peserta dalam acara The Stag, sebuah acara televisi dimana 25 gadis cantik dari seluruh penjuru Amerika Serikat bersaing memperebutkan cinta sejati yang digambarkan oleh sesosok pria paling sempurna se-Amerika. Tampan, pirang, atletis, smart, dan yang pasti: kaya. Suzanne yakin, gadis-gadis yang nampak sempurna didepan kamera tersebut melakukan kekonyolan ketika kamera dimatikan. Menurut Suzanne, yang juga disetujui oleh Sarah, para hen — sebutan bagi gadis-gadis peserta The Stag ― tidak lebih dari sekumpulan gadis cantik bodoh yang selalu melakukan hal-hal yang memalukan.
Masalahnya, Sarah bukanlah gadis berusia dua puluhan. Usianya sudah berkepala tiga dan perutnya tidak sekencang ketika masih remaja karena pernah melahirkan. Dia juga bukan seorang PR yang setiap hari merasakan denyut pusat kota melalui trotoar dan stasiun bawah tanah. Dia hanya seorang penulis lepas yang banyak menghabiskan waktunya di rumah. Dan yang paling penting, dia telah menikah dan memiliki seorang anak perempuan. Bagi Sarah, mengubah penampilannya menjadi nampak seperti gadis cantik kebanyakan merupakan sesuatu yang
Suzanne mengatasi berbagai masalah yang dihadapi Sarah dengan memanipulasi identitas dalam formulir pendaftaran dan melakukan makeover terhadap penampilan Sarah. Dalam formulir pendaftaran tertulis Sarah sebagai seorang PR dalam sebuah perusahaan. Tahun kelahiran dan kelulusan Sarah dimajukan beberapa tahun. Untuk masalah penampilan, Suzanne mempercayakannya pada kru make-up artist andalannya. Mulai dari hair stylist hingga dresser. Hasilnya? Sangat menakjubkan. Sarah hampir tidak mempercayai pengalamannya ketika menguji coba penampilan barunya di jalanan pusat kota. Bahkan Jack, suaminya, mengatakan bahwa dia lebih terlihat seperti pacar daripada seorang istri.
Maka Sarah pun mengikuti audisi The Stag, dan dia pun lolos di tingkat negara bagian. Dia bergabung dengan 25 gadis lain dari seuruh penjuru Amerika. Sarah pun lolos pada seremoni lilin pertama — masa “penyusutan kelompok” dalam acara The Stag — dan merasa beruntung karena mendapat kesempatan untuk menggali informasi dari para hen selama seminggu hingga seremoni lilin berikutnya. Sarah pun sukses menjadi hen yang kompetitif dan pendapat perhatian ekstra dari Chris, pria The Stag. Pandangan pertama Sarah terhadap para hen masih sama sejak pertama kali berangkat dari kota asalnya.
Satu minggu berlalu, dan Sarah kembali lolos pada sesi seremoni lilin. Pandangan Sarah mulai berubah. Dia mulai mengenal sebagian peserta, dan menjadi teman diantara mereka. Dia menyadari bahwa tidak semua hen itu konyol dan berpemikiran sempit. Hanya ada satu peserta yang memenuhi kriteria Suzzane mengenai sifat dan perilaku hen. Namun Sarah tidak rela menggeneralisasikannya untuk memberi gambaran seluruhnya para hen. Pada saat itu Sarah masih bimbang dalam menentukan sudut pandang penulisan artikelnya.
Minggu-minggu pun berlalu, dan Sarah selalu lolos dalam setiap seremoni lilin. Dia pun lebih mengenal peserta yang lain karena jumlahnya terus menyusut setiap minggu. Dalam perjalanannya Sarah banyak menemui hambatan. Mulai dari masalah ketertarikan terhadap Chris, Jack yang mulai gelisah dan semakin sinis, hingga Suzanne yang terus mendesak menyelesaikan artikel. Belum lagi berbagai kejutan yang terjadi didepan matanya. Para peserta mulai menunjukkan sikap aslinya, ada yang memalukan namun masih ada yang sangat mengagumkan. Pada intinya, pandangan Sarah mengenai para kontestan sama sekali berubah. Sarah pun dihadapkan pada kenyataan bahwa ternyata kedua produser acara tersebut sangat sinis dan memandang rendah para kontestan sehingga apa yang nampak dalam televisi semuanya merupakan sudut pandang mereka. Oleh karenanya Sarah pikir tidak mengherankan bila pada acara The Stag musim lalu para hen terlihat sangat konyol dan memalukan. Karena ternyata disana sama sekali tidak ada privasi, kecuali di kamar mandi. Sarah pun menyangsikan privasi di kamar pribadi.
Sarah mulai membuat artikel dengan produser sebagai fokus utamanya. Namun setelah dia berbicara dari hati ke hati dengan salah satu produsernya, dia pun mengetahui bahwa sebenarnya tidak ada sinisme terhadap para hen. Rasa iri yang didera si produser pun tidak sebatas yang nampak, bahwa para hen masih muda dan cantik sedangkan tidak demikian dengan dia. Tetapi ternyata yang sebenarnya terjadi jauh lebih bermakna dari yang nampak. Melalui acara tersebut si produser ingin memberi motivasi kepada para hen, bahwa mereka selalu memiliki kesempatan untuk menggapai apapun yang ingin mereka dapatkan asalkan mereka mau bekerja keras untuk mewujudkannya.
Pada akhirnya Sarah menulis artikel motivasi dengan mengambil The Stag sebagai latar belakangnya. Cukup mengecewakan jika melihat motivasi awal kepala editornya mengikutsertakan Sarah dalam acara tersebut beserta upaya mereka untuk memperbaiki penampilan Sarah dan segala resiko yang ditanggung sebagai akibatnya. Meski demikian Suzanne tetap puas dengan hasilnya karena Sarah menulisnya dengan baik dan sangat menyentuh. Suzanne pun turut terharu setelah membaca bagian awal artikel buatan Sarah dan setuju untuk memuatnya dalam majalah untuk edisi mendatang. Sementara itu acara The Stag sendiri berakhir berantakan karena Sarah mendadak pulang sesaat sebelum seremoni lilin puncak, dimana hanya tinggal dua kontestan yang tersisa dan hanya ada satu kontestan yang menang dan dilamar oleh si Stag. Sedangkan kontestan selain Sarah tersebut juga mengundurkan diri karena mengira dirinya hamil sehingga dia segera menghubungi mantan pacarnya dan memaksa agar melamarnya. Si produser pun kebingungan mencari-cari Sarah karena bingung bagaimana menentukan bagian akhir musim ini dan bagaimana mengaitkannya dengan musim mendatang.
Ending dari novel ini cukup unik dan tak terduga, sehingga pembaca pun tidak akan menangkap makna dalam novel ini tanpa membaca secara keseluruhan. Karena halaman terakhir dari novel ini sama sekali tidak mencerminkan perjalanan Sarah selama mengikuti acara The Stag, sehingga sangat percuma jika ada yang mencuri baca bagian akhirnya. Banyak sekali kejutan-kejutan yang muncul selama perjalanan, dan pengalaman luar biasa yang tak hanya seru tetapi juga inspiratif, baik terhadap Sarah maupun terhadap pembaca novel ini.

0 comments on "resensi novel - Bachelorette#1"

Post a Comment