Thursday, 11 March 2010

Dominasi Dollar Amerika dalam Sistem Perhitungan Nilai Tukar Mata Uang dalam Pasar Valuta Asing Pasca Bretton Woods System

Abstract:
In post-World War II United States growed as the most powerful, strongest states, especially in economic side. It caused United States is the only country that has extremely financial growth after World War II that called “economic and finance great deppresion era”. That is the reason for much question about why American dollar trusted to be the one, and only, currency that being the main conversion of gold-system. In this era, international economic system well-known as fixed exchange rate system. But in 1971 President Nixon uniterally decided to cancel it. Then international economic system known as floating exchange rate system. This system aims to keep the stability of international economy. But American dollar still being the main currency to assigned other countries’ currency. It is invisibly seen on foreign exchange market when we will exchange country’s currency into American dollar, or even country’s currency into another country’s currency. This condition not only caused by political interest of united States to keep their hegemony internationally. Economically, the power of dollar also influenced by the existence of two of international economic and finance institutions, IMF and World Bank that founded on Bretton Woods System era.

Latar belakang:
Pada tahun 1971 Presiden Nixon melakukan suatu keputusan besar dengan membatalkan secara sepihak mengenai kesepakatan dollar Amerika sebagai mata uang konversi utama terhadap nilai emas dimana kemudian nilai tukar mata uang yang lain mengikuti standar nilai tersebut. Peristiwa ini dikenal dengan istilah Nixon Shock, dimana merupakan era berakhirnya Bretton Woods System sebagai sistem nilai tukar internasional. Bretton Woods System dimaksudkan untuk memperbaiki sistem perekonomian dunia yang jatuh akibat Perang Dunia II serta menjaga stabilitas moneter internasional yang pada masa itu mengalami great deppresion. Pada masa pasca Perang Dunia II hanya Amerika Serikat yang kondisi perekonomiannya stabil dan selalu mengalami peningkatan pendapatan dari tahun ke tahun. Oleh karenanya dollar Amerika Serikat dipercaya sebagai mata uang konversi utama terhadap nilai emas. Bretton Woods System ini merupakan hasil kesepakatan dari 730 delegasi dari 44 negara sekutu yang berkumpul di Hotel Mount Washington di Bretton Woods, New Hampshire, United States dalam rangka Konferensi Moneter dan Keuangan PBB pada bulan Juli 1944 (Cohen, Benjamin. nd). Pada Bretton Woods System dimana dollar Amerika merupakan konversi pertama terhadap emas, pada masa itu emas dianggap sebagai tolak ukur nilai yang bersifat fixed, oleh karenanya nilai tukar mata uang yang lain mengikuti standar nilai dollar terhadap emas. Efek sampingnya, dollar menjadi penyangga utama, dan satu-satunya, keseimbangan perekonomian internasional (Van Dormael, A. 1978). Dengan menjadikan dollar sebagai nilai konversi tertinggi dan paling stabil terhadap nilai emas menjadikan posisi Amerika Serikat sebagai negara superior di dunia. Hegemoni Amerika Serikat ini diperkuat dengan lahirnya tiga badan keuangan internasional yakni IMF, GATT, dan World Bank, dimana berpusat di Washington DC, Amerika Serikat.
Setelah keruntuhan sistem Bretton Woods, sistem ekonomi internasional diganti menjadi floating exchange rate system dimana merupakan gagasan utama Susan Strange dan François Perroux. Pada dasarnya mereka mengutamakan kekuatan finansial sebagai komponen utama penyangga struktur kekuatan baik negara maupun intenasional (Sandretto, René. 2009), oleh karenanya pemikiran mereka selalu berbasis pada stabilisasi ekonomi. Floating exchange rate system secara umum diartikan sebagai sistem perhitungan nilai tukar mata uang masing-masing negara dimana didasarkan pada mekanisme pasar valuta asing. Sistem ini murni berdasarkan pada jumlah permintaan dan penawaran. Menurut Strange sistem inilah yang paling ideal dalam mencapai stabilitas ekonomi secara internasional. Hal ini dikarenakan kecil kemungkinan bagi suatu negara untuk mendominasi maupun menguasai perekonomian dunia. Bahkan suatu negara tidak dapat mengendalikan nilai mata uangnya sendiri dalam pasar valuta asing. Dengan sistem ini, negara dapat meningkatkan volatisitas devisanya. Namun pada beberapa negara, khususnya negara berkembang, sistem ini justru mendatangkan masalah. Hal ini dikarenakan apabila nilai mata uang suatu negara lebih rendah daripada dollar ataupun mata uang negara lain sedangkan liabilitas negara tersebut menggunakan dollar atau mata uang asing dan aset negara dalam bentuk mata uang lokal maka yang terjadi justru instabilitas finansial domestik. Namun kenyataannya hal tersebut tidak menjadi kendala bagi berlangsungnya sistem ini.
Masalah utama dalam floating exchange rate system ini bukan mengenai apa saja keuntungan dan kelebihan dari sistem tersebut, namun apa yang menjadi tolak ukur mekanisme pasar valuta asing. Jika Susan Strange mengatakan bahwa tolak ukur perhitungan nilai suatu mata uang dalam floating exchange rate system adalah berdasarkan mekanisme permintaan dan penawaran mata uang tersebut, maka dapat dipertanyakan terhadap apakah permintaan dan penawaran tersebut? Sebab dalam pasar tidak mungkin salah satu unsur berdiri sendiri, karena pasti ada barang yang menjadi pembandingnya. Seperti istilah “ada uang, ada barang”, dalam pasar pun berlaku sistem yang serupa. Jika ada suatu barang yang dijual, pasti ada harga untuk barang tersebut. Hal tersebut juga berlaku dalam pasar valuta asing, jika ada komoditas yang diperdagangkan pasti ada timbal baik yang senilai. Oleh karenanya jika mata uang tersebut dijual pasti ada mata uang lain sebagai pembanding.
Mata uang pembanding yang dimaksud dalam pasar valuta asing adalah dollar Amerika. Hal ini terlihat dari dua hal. Yang pertama adalah stabilitas nilai dollar terhadap mata uang yang lain. Kisaran nilai dollar terhadap berbagai mata uang negara lain tidak akan berubah secara signifikan. Yang kedua adalah mekanisme penghitungan kurs jual-kurs beli dalam nilai tukar mata uang antar negara non-dollar. Misalnya nilai Rupiah (Indonesia) terhadap Yen (Jepang). Misalnya pada saat ini nilai jual Rupiah terhadap Dollar Amerika adalah Rp 9.000 untuk setiap dollar, dan nilai jual Rupiah terhadap Yen Jepang adalah Rp 75 untuk setiap yen. Maka maka nilai beli Yen Jepang terhadap dollar adalah ¥ 120 untuk setiap dollar. Sebaliknya untuk kurs beli pun juga sama. Jika nilai beli Rupiah terhadap Dollar Amerika adalah Rp 8800 untuk setiap dollar, dan nilai beli Rupiah terhadap Yen Jepang adalah Rp 72 untuk setiap yen. Maka maka nilai beli Yen Jepang terhadap dollar adalah ¥ 121 untuk setiap dollar. Dari perhitungan tersebut dapat dilihat bahwa nilai mata uang yang diperhitungkan dalam pasar valuta asing adalah nilai mata uang negara tersebut terhadap dollar Amerika.

Rumusan masalah:
Jika tujuan Presiden Nixon melepaskan dollar sebagai konversi pertama terhadap nilai emas, mengapa sampai sekarang pun dollar Amerika masih menjadi tolak ukur nilai tukar mata uang tiap negara dalam bursa valuta asing?


Sources:
Cohen,Benjamin. nd. “Bretton Woods System”. Routledge Encyclopedia of International Political Economy (http://www.polsci.ucsb.edu/faculty/cohen/inpress/bretton.html diakses pada 3 November 2009)
Van Dormael, A. Bretton Woods: Birth of a Monetary System. 1978. London: MacMillan
René Sandretto. 2009. François Perroux, A Precursor Of The Current Analyses Of Power

0 comments:

Post a Comment

Thursday, 11 March 2010

Dominasi Dollar Amerika dalam Sistem Perhitungan Nilai Tukar Mata Uang dalam Pasar Valuta Asing Pasca Bretton Woods System


Abstract:
In post-World War II United States growed as the most powerful, strongest states, especially in economic side. It caused United States is the only country that has extremely financial growth after World War II that called “economic and finance great deppresion era”. That is the reason for much question about why American dollar trusted to be the one, and only, currency that being the main conversion of gold-system. In this era, international economic system well-known as fixed exchange rate system. But in 1971 President Nixon uniterally decided to cancel it. Then international economic system known as floating exchange rate system. This system aims to keep the stability of international economy. But American dollar still being the main currency to assigned other countries’ currency. It is invisibly seen on foreign exchange market when we will exchange country’s currency into American dollar, or even country’s currency into another country’s currency. This condition not only caused by political interest of united States to keep their hegemony internationally. Economically, the power of dollar also influenced by the existence of two of international economic and finance institutions, IMF and World Bank that founded on Bretton Woods System era.

Latar belakang:
Pada tahun 1971 Presiden Nixon melakukan suatu keputusan besar dengan membatalkan secara sepihak mengenai kesepakatan dollar Amerika sebagai mata uang konversi utama terhadap nilai emas dimana kemudian nilai tukar mata uang yang lain mengikuti standar nilai tersebut. Peristiwa ini dikenal dengan istilah Nixon Shock, dimana merupakan era berakhirnya Bretton Woods System sebagai sistem nilai tukar internasional. Bretton Woods System dimaksudkan untuk memperbaiki sistem perekonomian dunia yang jatuh akibat Perang Dunia II serta menjaga stabilitas moneter internasional yang pada masa itu mengalami great deppresion. Pada masa pasca Perang Dunia II hanya Amerika Serikat yang kondisi perekonomiannya stabil dan selalu mengalami peningkatan pendapatan dari tahun ke tahun. Oleh karenanya dollar Amerika Serikat dipercaya sebagai mata uang konversi utama terhadap nilai emas. Bretton Woods System ini merupakan hasil kesepakatan dari 730 delegasi dari 44 negara sekutu yang berkumpul di Hotel Mount Washington di Bretton Woods, New Hampshire, United States dalam rangka Konferensi Moneter dan Keuangan PBB pada bulan Juli 1944 (Cohen, Benjamin. nd). Pada Bretton Woods System dimana dollar Amerika merupakan konversi pertama terhadap emas, pada masa itu emas dianggap sebagai tolak ukur nilai yang bersifat fixed, oleh karenanya nilai tukar mata uang yang lain mengikuti standar nilai dollar terhadap emas. Efek sampingnya, dollar menjadi penyangga utama, dan satu-satunya, keseimbangan perekonomian internasional (Van Dormael, A. 1978). Dengan menjadikan dollar sebagai nilai konversi tertinggi dan paling stabil terhadap nilai emas menjadikan posisi Amerika Serikat sebagai negara superior di dunia. Hegemoni Amerika Serikat ini diperkuat dengan lahirnya tiga badan keuangan internasional yakni IMF, GATT, dan World Bank, dimana berpusat di Washington DC, Amerika Serikat.
Setelah keruntuhan sistem Bretton Woods, sistem ekonomi internasional diganti menjadi floating exchange rate system dimana merupakan gagasan utama Susan Strange dan François Perroux. Pada dasarnya mereka mengutamakan kekuatan finansial sebagai komponen utama penyangga struktur kekuatan baik negara maupun intenasional (Sandretto, René. 2009), oleh karenanya pemikiran mereka selalu berbasis pada stabilisasi ekonomi. Floating exchange rate system secara umum diartikan sebagai sistem perhitungan nilai tukar mata uang masing-masing negara dimana didasarkan pada mekanisme pasar valuta asing. Sistem ini murni berdasarkan pada jumlah permintaan dan penawaran. Menurut Strange sistem inilah yang paling ideal dalam mencapai stabilitas ekonomi secara internasional. Hal ini dikarenakan kecil kemungkinan bagi suatu negara untuk mendominasi maupun menguasai perekonomian dunia. Bahkan suatu negara tidak dapat mengendalikan nilai mata uangnya sendiri dalam pasar valuta asing. Dengan sistem ini, negara dapat meningkatkan volatisitas devisanya. Namun pada beberapa negara, khususnya negara berkembang, sistem ini justru mendatangkan masalah. Hal ini dikarenakan apabila nilai mata uang suatu negara lebih rendah daripada dollar ataupun mata uang negara lain sedangkan liabilitas negara tersebut menggunakan dollar atau mata uang asing dan aset negara dalam bentuk mata uang lokal maka yang terjadi justru instabilitas finansial domestik. Namun kenyataannya hal tersebut tidak menjadi kendala bagi berlangsungnya sistem ini.
Masalah utama dalam floating exchange rate system ini bukan mengenai apa saja keuntungan dan kelebihan dari sistem tersebut, namun apa yang menjadi tolak ukur mekanisme pasar valuta asing. Jika Susan Strange mengatakan bahwa tolak ukur perhitungan nilai suatu mata uang dalam floating exchange rate system adalah berdasarkan mekanisme permintaan dan penawaran mata uang tersebut, maka dapat dipertanyakan terhadap apakah permintaan dan penawaran tersebut? Sebab dalam pasar tidak mungkin salah satu unsur berdiri sendiri, karena pasti ada barang yang menjadi pembandingnya. Seperti istilah “ada uang, ada barang”, dalam pasar pun berlaku sistem yang serupa. Jika ada suatu barang yang dijual, pasti ada harga untuk barang tersebut. Hal tersebut juga berlaku dalam pasar valuta asing, jika ada komoditas yang diperdagangkan pasti ada timbal baik yang senilai. Oleh karenanya jika mata uang tersebut dijual pasti ada mata uang lain sebagai pembanding.
Mata uang pembanding yang dimaksud dalam pasar valuta asing adalah dollar Amerika. Hal ini terlihat dari dua hal. Yang pertama adalah stabilitas nilai dollar terhadap mata uang yang lain. Kisaran nilai dollar terhadap berbagai mata uang negara lain tidak akan berubah secara signifikan. Yang kedua adalah mekanisme penghitungan kurs jual-kurs beli dalam nilai tukar mata uang antar negara non-dollar. Misalnya nilai Rupiah (Indonesia) terhadap Yen (Jepang). Misalnya pada saat ini nilai jual Rupiah terhadap Dollar Amerika adalah Rp 9.000 untuk setiap dollar, dan nilai jual Rupiah terhadap Yen Jepang adalah Rp 75 untuk setiap yen. Maka maka nilai beli Yen Jepang terhadap dollar adalah ¥ 120 untuk setiap dollar. Sebaliknya untuk kurs beli pun juga sama. Jika nilai beli Rupiah terhadap Dollar Amerika adalah Rp 8800 untuk setiap dollar, dan nilai beli Rupiah terhadap Yen Jepang adalah Rp 72 untuk setiap yen. Maka maka nilai beli Yen Jepang terhadap dollar adalah ¥ 121 untuk setiap dollar. Dari perhitungan tersebut dapat dilihat bahwa nilai mata uang yang diperhitungkan dalam pasar valuta asing adalah nilai mata uang negara tersebut terhadap dollar Amerika.

Rumusan masalah:
Jika tujuan Presiden Nixon melepaskan dollar sebagai konversi pertama terhadap nilai emas, mengapa sampai sekarang pun dollar Amerika masih menjadi tolak ukur nilai tukar mata uang tiap negara dalam bursa valuta asing?


Sources:
Cohen,Benjamin. nd. “Bretton Woods System”. Routledge Encyclopedia of International Political Economy (http://www.polsci.ucsb.edu/faculty/cohen/inpress/bretton.html diakses pada 3 November 2009)
Van Dormael, A. Bretton Woods: Birth of a Monetary System. 1978. London: MacMillan
René Sandretto. 2009. François Perroux, A Precursor Of The Current Analyses Of Power

0 comments on "Dominasi Dollar Amerika dalam Sistem Perhitungan Nilai Tukar Mata Uang dalam Pasar Valuta Asing Pasca Bretton Woods System"

Post a Comment