Realisme
Realisme merupakan salah satu teori mayor dalam studi hubungan internasional dimana merupakan kontra dari teori liberalisme. Asumsi dasar dari teori realisme ini adalah rasa pesimisme terhadap human nature (human nature dipandang sebagai sesuatu yang destruktif), keyakinan bahwa pada dasarnya hubungan internasional pada dasarnya konfliktual dan satu-satunya jalan keluarnya adalah perang, menjunjung tinggi nilai national security serta kelangsungan hidup negara, skeptisme dasar terhadap adanya kemajuan dalam politik internasional (Sorensen, Georg and Jackson, Robert. 1999).
Pada dasarnya, kaum realis tidak mempercayai adanya bentuk kerjasama dan hubungan saling ketergantungan antar negara. Menurut mereka, dalam upayanya meningkatkan keamanan, negara yang telah berdaulat merupakan aktor utama sekaligus tokoh kunci (aktor dominan dalam politik internasional) dimana mereka berusaha mencari kekuasaan dan tertarik pada kepentingan sendiri (self-interested) (ibid.). Sedangkan aktor-aktor lain yang merupakan aktor non-negara seperti organisasi internasional, perusahaan transnasional maupun multinasional, kelompok masyarakat ekstrimis (mis. teroris) atau negara yang belum memperoleh kedaulatannya tidak memiliki akses di hubungan internasional. Beberapa pemikir realis memasukkan aktor non-negara kedalam peta politik internasional dengan posisi pemain minor dimana perannya dalam hubungan internasional dinilai kurang signifikan dan kurang penting.
Negara merupakan aktor yang berasal dari sekumpulan komponen pembentuknya kemudian membentuk kesatuan unit yang terintegrasi, dimana setiap kebijakan yang dibuat merupakan representatif dari seluruh komponen negara tersebut.Negara juga merupakan satu-satunya aktor yang rasional, karena hanya negara yang dapat membuat kebijakan secara rasional yang didasari olehpernyataan yang objektif.
Berdasarkan asumsi para pemikir realis klasik, politik internasional berkembang dalam kondisi anarki internasional dimana tidak terdapat kekuasaan berlebihan dalam suatu sistem serta tidak ada pemerintahan dunia. Dalam konteks realisme, foreign policy suatu negara adalah membentuk dan mempertahankan interest negara dalam politik internasional. Akan tetapi terdapat hirarki internasional dimana negara yang paling penting adalah negara-negara great powers. Beberapa kaum realis klasik seperti Thucydides, Machiavelli, Hobbes, berpendapat bahwa tujuan kekuasaan, alat-alat kekuasaan dan penggunaan kekuasaan merupakan perhatian utama aktivitas politik, sehingga politik internasional dideskripsikan sebagai politik kekuasaan.
Power merupakan kunci utama dalam pengertian kaum realis. Hal ini berkaitan dengan asumsi dasar manusia yang destruktif dimana ketika diimplementasikan baik terhadap individu maupun terhadap negara, power digunakan sebagai alat untuk offense dan sekaligus untuk defense. Dan isu yang paling diutamakan adalah isu ideologi, pertahanan, keamanan serta militer dimana kemudian disebut dengan istilah high politics issues. Sedangkan isu-isu yang bersifat sosial dan ekonomi seperti isu kesehatan, pendidikan, lingkungan, perdagangan, dan kesejahteraan dimana disebut dengan istilah low politics issues kurang begitu diperhatikan.
Realisme klasik
Thucydides : nasib politik, kebutuhan dan keamanan, ketahanan politik, keselamatan.
Machiavelli : kebuasan politik, kesempatan dan keamanan, kelangsungan hidup politik, kebaikan bersama.
Hobbes : keinginan politik, dilema keamanan, ketahanan politik, perdamaian.
Realisme Neo Klasik (Morgenthau)
Konsep kenegaraan menurut Hans Morgenthau :
Sifat manusia kondisi dasar : animus dominandi, mementingkan diri sendiri
Situasi politik alat dan konteks : politik kekuasaan, kekuatan politik, lingkungan politik, keahlian politik
Pelaksanaan politik tujuan dan nilai : etika politik, kebutuhan manusia, kepentingan nasional, perimbangan kekuatan
Neorealisme (Waltz)
Teori neorealisme (realisme struktural) merupakan teori milik Kenneth Waltz yang merupakan upaya perombakan teori realisme yang sudah ada. Teori ini berusaha untuk lebih ilmiah dan lebih positivis. Neorealis tetap mempertahankan nilai realis bahwa hubungan internasional antarnegara merupakan hubungan yag antagonistik dan konfliktual yang disebabkan oleh struktur anarkis dalam sistem internasional.
Hal yang membedakan neorealisme dengan realisme dilihat dari aktor yang berperan di dalam sistem internasional. Jika pada realisme aktor yang menjadi kunci utama dalam sistem internasional adalah negara bangsa (nation-state), maka pada neorealisme aktornya adalah sistem itu sendiri. Sehingga meskipun negara merupakan aktor yang dominan, non-state actors memiliki peranan yang penting dalam sistem internasional.
Struktur internasional dalam konsep neo realisme adalah anarki internasional, negara sebagai ‘unit serupa’, perbedaan kapabilitas negara serta adanya negara besar lebih dari satu dimana terdapat hubungan antar negara-negara tersebut. Sedangkan konsep kunci dari neo realisme adalah perimbangan kekuatan, pengulangan internasional, dan konflik internasional yang berupa perang dan perubahan internasional
Kritik Terhadap Realisme
Realisme hanya mengakui negara sebagai aktor utama yang dominan dan satu-satunya tokoh kunci yang ada pada sistem internasional. Pada kenyataannya banyak aktor-aktor non-negara yang bermunculan dalam sistem internasional, terutama pada masa pasca Perang Dunia II, dan memiliki pengaruh pada sistem internasional. Bahkan tak sedikit dari mereka yang memiliki otoritas diatas negara. Contohnya seperti NAFTA dimana secara tidak langsung hanya Amerika Serikat yang membuat dan menyetujui berbagai kesepakatan yang dibuat, atau dominasi Brazil dan Argentina dalam Mercosur. Dari hal tersebut kemudian dapat dipertanyakan, kemana kedaulatan negara tersebut? Karena ketika intervensi suatu negara terhadap negara lain mulai mempengaruhi proses decision making negara tersebut maka foreign policy yang berlaku didalamnya berisi kepentingan suatu negara terhadap negara tersebut, yang mana merupakan perpanjangan tangan dari negara yang berkepentingan terhadap negara tersebut.
Selain itu, teori realisme disebut sebagai teori yang ‘gagal’ karena hanya memandang sistem internasional dari salah satu sudut pandang serta pandangan kaum realis yang terlalu pesimis mengenai human nature. Realisme juga bersifat destruktif, karena problem solving yang ditawarkan oleh teori ini adalah perang secara militer. Hal ini dikarenakan salah satu penyebabnya adalah fokus utamanya adalah konsep power dan isu yang menjadi points of interest adalah isu high politic. Kecenderungan untuk memakai power sebagai alat untuk defense bukannya untuk ofense turut mengakibatkan kondisi internasional yang cenderung konfliktual.
Sumber:
Aron, Raymon. 1968. Peace and War. New York: Praeger
Griffith, Martin. 1999. 50 Key Thinker of International Relations.
Sorensen, Georg and Jackson, Robert. 1999. Introduction to International Relations. New York: Oxford University Press
Viotti, Paul R. and Kauppi, Mark V. 1999. International Relations Theory: Realism, Pluralism, Globalism and Beyond. Third Edition. Boston: Allyn and Bacon
Wednesday, 17 March 2010
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Wednesday, 17 March 2010
REALISME DAN NEOREALISME
Realisme
Realisme merupakan salah satu teori mayor dalam studi hubungan internasional dimana merupakan kontra dari teori liberalisme. Asumsi dasar dari teori realisme ini adalah rasa pesimisme terhadap human nature (human nature dipandang sebagai sesuatu yang destruktif), keyakinan bahwa pada dasarnya hubungan internasional pada dasarnya konfliktual dan satu-satunya jalan keluarnya adalah perang, menjunjung tinggi nilai national security serta kelangsungan hidup negara, skeptisme dasar terhadap adanya kemajuan dalam politik internasional (Sorensen, Georg and Jackson, Robert. 1999).
Pada dasarnya, kaum realis tidak mempercayai adanya bentuk kerjasama dan hubungan saling ketergantungan antar negara. Menurut mereka, dalam upayanya meningkatkan keamanan, negara yang telah berdaulat merupakan aktor utama sekaligus tokoh kunci (aktor dominan dalam politik internasional) dimana mereka berusaha mencari kekuasaan dan tertarik pada kepentingan sendiri (self-interested) (ibid.). Sedangkan aktor-aktor lain yang merupakan aktor non-negara seperti organisasi internasional, perusahaan transnasional maupun multinasional, kelompok masyarakat ekstrimis (mis. teroris) atau negara yang belum memperoleh kedaulatannya tidak memiliki akses di hubungan internasional. Beberapa pemikir realis memasukkan aktor non-negara kedalam peta politik internasional dengan posisi pemain minor dimana perannya dalam hubungan internasional dinilai kurang signifikan dan kurang penting.
Negara merupakan aktor yang berasal dari sekumpulan komponen pembentuknya kemudian membentuk kesatuan unit yang terintegrasi, dimana setiap kebijakan yang dibuat merupakan representatif dari seluruh komponen negara tersebut.Negara juga merupakan satu-satunya aktor yang rasional, karena hanya negara yang dapat membuat kebijakan secara rasional yang didasari olehpernyataan yang objektif.
Berdasarkan asumsi para pemikir realis klasik, politik internasional berkembang dalam kondisi anarki internasional dimana tidak terdapat kekuasaan berlebihan dalam suatu sistem serta tidak ada pemerintahan dunia. Dalam konteks realisme, foreign policy suatu negara adalah membentuk dan mempertahankan interest negara dalam politik internasional. Akan tetapi terdapat hirarki internasional dimana negara yang paling penting adalah negara-negara great powers. Beberapa kaum realis klasik seperti Thucydides, Machiavelli, Hobbes, berpendapat bahwa tujuan kekuasaan, alat-alat kekuasaan dan penggunaan kekuasaan merupakan perhatian utama aktivitas politik, sehingga politik internasional dideskripsikan sebagai politik kekuasaan.
Power merupakan kunci utama dalam pengertian kaum realis. Hal ini berkaitan dengan asumsi dasar manusia yang destruktif dimana ketika diimplementasikan baik terhadap individu maupun terhadap negara, power digunakan sebagai alat untuk offense dan sekaligus untuk defense. Dan isu yang paling diutamakan adalah isu ideologi, pertahanan, keamanan serta militer dimana kemudian disebut dengan istilah high politics issues. Sedangkan isu-isu yang bersifat sosial dan ekonomi seperti isu kesehatan, pendidikan, lingkungan, perdagangan, dan kesejahteraan dimana disebut dengan istilah low politics issues kurang begitu diperhatikan.
Realisme klasik
Thucydides : nasib politik, kebutuhan dan keamanan, ketahanan politik, keselamatan.
Machiavelli : kebuasan politik, kesempatan dan keamanan, kelangsungan hidup politik, kebaikan bersama.
Hobbes : keinginan politik, dilema keamanan, ketahanan politik, perdamaian.
Realisme Neo Klasik (Morgenthau)
Konsep kenegaraan menurut Hans Morgenthau :
Sifat manusia kondisi dasar : animus dominandi, mementingkan diri sendiri
Situasi politik alat dan konteks : politik kekuasaan, kekuatan politik, lingkungan politik, keahlian politik
Pelaksanaan politik tujuan dan nilai : etika politik, kebutuhan manusia, kepentingan nasional, perimbangan kekuatan
Neorealisme (Waltz)
Teori neorealisme (realisme struktural) merupakan teori milik Kenneth Waltz yang merupakan upaya perombakan teori realisme yang sudah ada. Teori ini berusaha untuk lebih ilmiah dan lebih positivis. Neorealis tetap mempertahankan nilai realis bahwa hubungan internasional antarnegara merupakan hubungan yag antagonistik dan konfliktual yang disebabkan oleh struktur anarkis dalam sistem internasional.
Hal yang membedakan neorealisme dengan realisme dilihat dari aktor yang berperan di dalam sistem internasional. Jika pada realisme aktor yang menjadi kunci utama dalam sistem internasional adalah negara bangsa (nation-state), maka pada neorealisme aktornya adalah sistem itu sendiri. Sehingga meskipun negara merupakan aktor yang dominan, non-state actors memiliki peranan yang penting dalam sistem internasional.
Struktur internasional dalam konsep neo realisme adalah anarki internasional, negara sebagai ‘unit serupa’, perbedaan kapabilitas negara serta adanya negara besar lebih dari satu dimana terdapat hubungan antar negara-negara tersebut. Sedangkan konsep kunci dari neo realisme adalah perimbangan kekuatan, pengulangan internasional, dan konflik internasional yang berupa perang dan perubahan internasional
Kritik Terhadap Realisme
Realisme hanya mengakui negara sebagai aktor utama yang dominan dan satu-satunya tokoh kunci yang ada pada sistem internasional. Pada kenyataannya banyak aktor-aktor non-negara yang bermunculan dalam sistem internasional, terutama pada masa pasca Perang Dunia II, dan memiliki pengaruh pada sistem internasional. Bahkan tak sedikit dari mereka yang memiliki otoritas diatas negara. Contohnya seperti NAFTA dimana secara tidak langsung hanya Amerika Serikat yang membuat dan menyetujui berbagai kesepakatan yang dibuat, atau dominasi Brazil dan Argentina dalam Mercosur. Dari hal tersebut kemudian dapat dipertanyakan, kemana kedaulatan negara tersebut? Karena ketika intervensi suatu negara terhadap negara lain mulai mempengaruhi proses decision making negara tersebut maka foreign policy yang berlaku didalamnya berisi kepentingan suatu negara terhadap negara tersebut, yang mana merupakan perpanjangan tangan dari negara yang berkepentingan terhadap negara tersebut.
Selain itu, teori realisme disebut sebagai teori yang ‘gagal’ karena hanya memandang sistem internasional dari salah satu sudut pandang serta pandangan kaum realis yang terlalu pesimis mengenai human nature. Realisme juga bersifat destruktif, karena problem solving yang ditawarkan oleh teori ini adalah perang secara militer. Hal ini dikarenakan salah satu penyebabnya adalah fokus utamanya adalah konsep power dan isu yang menjadi points of interest adalah isu high politic. Kecenderungan untuk memakai power sebagai alat untuk defense bukannya untuk ofense turut mengakibatkan kondisi internasional yang cenderung konfliktual.
Sumber:
Aron, Raymon. 1968. Peace and War. New York: Praeger
Griffith, Martin. 1999. 50 Key Thinker of International Relations.
Sorensen, Georg and Jackson, Robert. 1999. Introduction to International Relations. New York: Oxford University Press
Viotti, Paul R. and Kauppi, Mark V. 1999. International Relations Theory: Realism, Pluralism, Globalism and Beyond. Third Edition. Boston: Allyn and Bacon
Realisme merupakan salah satu teori mayor dalam studi hubungan internasional dimana merupakan kontra dari teori liberalisme. Asumsi dasar dari teori realisme ini adalah rasa pesimisme terhadap human nature (human nature dipandang sebagai sesuatu yang destruktif), keyakinan bahwa pada dasarnya hubungan internasional pada dasarnya konfliktual dan satu-satunya jalan keluarnya adalah perang, menjunjung tinggi nilai national security serta kelangsungan hidup negara, skeptisme dasar terhadap adanya kemajuan dalam politik internasional (Sorensen, Georg and Jackson, Robert. 1999).
Pada dasarnya, kaum realis tidak mempercayai adanya bentuk kerjasama dan hubungan saling ketergantungan antar negara. Menurut mereka, dalam upayanya meningkatkan keamanan, negara yang telah berdaulat merupakan aktor utama sekaligus tokoh kunci (aktor dominan dalam politik internasional) dimana mereka berusaha mencari kekuasaan dan tertarik pada kepentingan sendiri (self-interested) (ibid.). Sedangkan aktor-aktor lain yang merupakan aktor non-negara seperti organisasi internasional, perusahaan transnasional maupun multinasional, kelompok masyarakat ekstrimis (mis. teroris) atau negara yang belum memperoleh kedaulatannya tidak memiliki akses di hubungan internasional. Beberapa pemikir realis memasukkan aktor non-negara kedalam peta politik internasional dengan posisi pemain minor dimana perannya dalam hubungan internasional dinilai kurang signifikan dan kurang penting.
Negara merupakan aktor yang berasal dari sekumpulan komponen pembentuknya kemudian membentuk kesatuan unit yang terintegrasi, dimana setiap kebijakan yang dibuat merupakan representatif dari seluruh komponen negara tersebut.Negara juga merupakan satu-satunya aktor yang rasional, karena hanya negara yang dapat membuat kebijakan secara rasional yang didasari olehpernyataan yang objektif.
Berdasarkan asumsi para pemikir realis klasik, politik internasional berkembang dalam kondisi anarki internasional dimana tidak terdapat kekuasaan berlebihan dalam suatu sistem serta tidak ada pemerintahan dunia. Dalam konteks realisme, foreign policy suatu negara adalah membentuk dan mempertahankan interest negara dalam politik internasional. Akan tetapi terdapat hirarki internasional dimana negara yang paling penting adalah negara-negara great powers. Beberapa kaum realis klasik seperti Thucydides, Machiavelli, Hobbes, berpendapat bahwa tujuan kekuasaan, alat-alat kekuasaan dan penggunaan kekuasaan merupakan perhatian utama aktivitas politik, sehingga politik internasional dideskripsikan sebagai politik kekuasaan.
Power merupakan kunci utama dalam pengertian kaum realis. Hal ini berkaitan dengan asumsi dasar manusia yang destruktif dimana ketika diimplementasikan baik terhadap individu maupun terhadap negara, power digunakan sebagai alat untuk offense dan sekaligus untuk defense. Dan isu yang paling diutamakan adalah isu ideologi, pertahanan, keamanan serta militer dimana kemudian disebut dengan istilah high politics issues. Sedangkan isu-isu yang bersifat sosial dan ekonomi seperti isu kesehatan, pendidikan, lingkungan, perdagangan, dan kesejahteraan dimana disebut dengan istilah low politics issues kurang begitu diperhatikan.
Realisme klasik
Thucydides : nasib politik, kebutuhan dan keamanan, ketahanan politik, keselamatan.
Machiavelli : kebuasan politik, kesempatan dan keamanan, kelangsungan hidup politik, kebaikan bersama.
Hobbes : keinginan politik, dilema keamanan, ketahanan politik, perdamaian.
Realisme Neo Klasik (Morgenthau)
Konsep kenegaraan menurut Hans Morgenthau :
Sifat manusia kondisi dasar : animus dominandi, mementingkan diri sendiri
Situasi politik alat dan konteks : politik kekuasaan, kekuatan politik, lingkungan politik, keahlian politik
Pelaksanaan politik tujuan dan nilai : etika politik, kebutuhan manusia, kepentingan nasional, perimbangan kekuatan
Neorealisme (Waltz)
Teori neorealisme (realisme struktural) merupakan teori milik Kenneth Waltz yang merupakan upaya perombakan teori realisme yang sudah ada. Teori ini berusaha untuk lebih ilmiah dan lebih positivis. Neorealis tetap mempertahankan nilai realis bahwa hubungan internasional antarnegara merupakan hubungan yag antagonistik dan konfliktual yang disebabkan oleh struktur anarkis dalam sistem internasional.
Hal yang membedakan neorealisme dengan realisme dilihat dari aktor yang berperan di dalam sistem internasional. Jika pada realisme aktor yang menjadi kunci utama dalam sistem internasional adalah negara bangsa (nation-state), maka pada neorealisme aktornya adalah sistem itu sendiri. Sehingga meskipun negara merupakan aktor yang dominan, non-state actors memiliki peranan yang penting dalam sistem internasional.
Struktur internasional dalam konsep neo realisme adalah anarki internasional, negara sebagai ‘unit serupa’, perbedaan kapabilitas negara serta adanya negara besar lebih dari satu dimana terdapat hubungan antar negara-negara tersebut. Sedangkan konsep kunci dari neo realisme adalah perimbangan kekuatan, pengulangan internasional, dan konflik internasional yang berupa perang dan perubahan internasional
Kritik Terhadap Realisme
Realisme hanya mengakui negara sebagai aktor utama yang dominan dan satu-satunya tokoh kunci yang ada pada sistem internasional. Pada kenyataannya banyak aktor-aktor non-negara yang bermunculan dalam sistem internasional, terutama pada masa pasca Perang Dunia II, dan memiliki pengaruh pada sistem internasional. Bahkan tak sedikit dari mereka yang memiliki otoritas diatas negara. Contohnya seperti NAFTA dimana secara tidak langsung hanya Amerika Serikat yang membuat dan menyetujui berbagai kesepakatan yang dibuat, atau dominasi Brazil dan Argentina dalam Mercosur. Dari hal tersebut kemudian dapat dipertanyakan, kemana kedaulatan negara tersebut? Karena ketika intervensi suatu negara terhadap negara lain mulai mempengaruhi proses decision making negara tersebut maka foreign policy yang berlaku didalamnya berisi kepentingan suatu negara terhadap negara tersebut, yang mana merupakan perpanjangan tangan dari negara yang berkepentingan terhadap negara tersebut.
Selain itu, teori realisme disebut sebagai teori yang ‘gagal’ karena hanya memandang sistem internasional dari salah satu sudut pandang serta pandangan kaum realis yang terlalu pesimis mengenai human nature. Realisme juga bersifat destruktif, karena problem solving yang ditawarkan oleh teori ini adalah perang secara militer. Hal ini dikarenakan salah satu penyebabnya adalah fokus utamanya adalah konsep power dan isu yang menjadi points of interest adalah isu high politic. Kecenderungan untuk memakai power sebagai alat untuk defense bukannya untuk ofense turut mengakibatkan kondisi internasional yang cenderung konfliktual.
Sumber:
Aron, Raymon. 1968. Peace and War. New York: Praeger
Griffith, Martin. 1999. 50 Key Thinker of International Relations.
Sorensen, Georg and Jackson, Robert. 1999. Introduction to International Relations. New York: Oxford University Press
Viotti, Paul R. and Kauppi, Mark V. 1999. International Relations Theory: Realism, Pluralism, Globalism and Beyond. Third Edition. Boston: Allyn and Bacon
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment